NAMA:YULLIYANA MALASARI
NPM:12209780
KELAS:2EA10
QUO VADIS KOPERASI PERIKANAN INDONESIA
Dari, Oleh dan Untuk Anggota (DOUA) adalah doktrin atau ajaran pokok koperasi yang selama ini diakui sebagai institusi ekonomi yang demokratis. Artinya, doktrin ini menunjukkan tindakan sadar dari anggota bahwa untuk memperbaiki kehidupannya hanya mungkin dicapai oleh rakyat itu sendiri berdasarkan kemampuan dan kendala yang dimiliki. Oleh karena itu, basis dari pergerakan koperasi adalah collective action yang berarti together action is better than alone (Situmorang, 12/07/2002).
Namun dalam prakteknya dokrin tersebut sulit sekali untuk ditegakkan, mengingat institusi koperasi selama ini, terlebih di era orde baru (Orba) selalu dijadikan komoditas politik semata oleh partai-partai untuk meraih suara terbanyak. Selain itu, adanya dualisme kepentingan di dalam tubuh kepengurusan koperasi telah mengakibatkan perjalanan perkoperasian di Indonesia langkahnya terseok-seok, disatu sisi ada yang berkepentingan secara politik, sedangkan disisi lain mempunyai kepentingan secara ekonomi.
Padahal, dengan melihat secara utuh sejarah dibentuknya koperasi adalah untuk memperkuat bargaining position antara rakyat dengan pemerintah dalam rangka menciptakan pemerataan sosial-ekonomi. Situmorang (2002) menyebutkan bahwa kehadiran koperasi di Indonesia didorong oleh penjajahan Kolonial Belanda, dimana rakyat diposisikan sangat lemah dalam kegiatan perekonomian, sulit mendapatkan kebutuhan sehari-hari serta upah yang sangat rendah.
Fenomena seperti itu telah munculkan semangat gotong royong dan kekeluargaan yang dicetuskan oleh perkumpulan Budi Utomo pada tahun 1908 dengan mendirikan Koperasi Rumah Tangga, disusul oleh Serikat Dagang Islam pada tahun 1913 yang mendirikan Toko Koperasi, yang selanjutnya Indonesisch Studi Club mendirikan Rukun Tani untuk meningkatkan taraf hidup para petani. Sementara itu, semangat koperasi disebarluaskan oleh Partai Nasional Indonesia pada acara Konggres PNI tahun 1929, yang kemudian gerakan-gerakan koperasi di Indonesia muncul seiring dengan semangat kebangkitan nasional kaum pribumi.
Sesuai dengan runtutan sejarah di atas, maka benang merah landasan utama munculnya koperasi di Indonesia adalah untuk menciptakan keadilan ekonomi di antara rakyat. Untuk itu, proses demokratisasi ekonomi harus bisa diwujudkan demi terciptanya cita-cita yang suci dari bapak koperasi (founding fathers), Bapak Mohammad Hatta dan untuk mencapai tujuan tersebut hanya dapat dicapai oleh institusi koperasi yang telah melaksanakan doktrin DOUA secara sungguh-sungguh.
Sementara itu, di tengah maraknya perdebatan akan keberadaan koperasi pasca Orba, muncullah pertanyaan dari kalangan masyarakat pesisir yang selama ini termarginalkan, yaitu kaum miskin nelayan. Bagaimana perkembangan perkoperasian perikanan di Indonesia ? serta program apa yang telah dan akan dilaksanakannya, sementara anggota-anggotanya terjerembab di dalam kubangan kemiskinan ? lantas apa sih penyebabnya ? kompleks memang permasalahan yang melilit sektor perikanan dan kelautan.
Kompleksitas Permasalahan
Secara empiris ada dua hal yang dapat menerangkan terjadinya kesenjangan antara harapan dan kenyataan tentang mandegnya perkoperasian di Indonesia, termasuk koperasi perikanan. Kusumastanto (2002) menerangkan secara gamblang kedua hal tersebut, yaitu : Pertama aspek struktural. Sudah menjadi perbincangan umum di Indonesia bahwa selama orde baru kebijakan ekonomi bias kepada kepentingan pengusaha besar (konglomerat), dan memang ini tidak bisa dipungkiri. Mengingat golongan inilah yang diharapkan dapat berperan sebagai aktor-aktor kebijakan yang terlalu berpihak pada kaum konglomerat, maka pertumbuhan ekonomi berjalan pincang, dimana kaum minoritas bangsa ini (baca : konglomerat) mengalami perkembangan yang sangat pesat, sementara disisi lain, kaum mayoritas rakyat Indonesia yang selalu termarginalkan hanya berjalan di tempat. Kedua aspek organisasional. Kentalnya muatan-muatan politik ditubuh keorganisasian koperasi Indonesia, maka pendekatannya pun bersifat topdown. Oleh karenanya, proses homogenisasi bentuk institusi koperasi di Indonesia tidak terelakkan lagi. Padahal masyarakat Indonesia berbeda-beda karakternya, baik secara sosial, ekonomi, politik, budaya bahkan kondisi geografis dan sumber daya alam yang dimilikinya. Akibatnya, organisasi koperasi seringkali kurang memenuhi tuntutan bisnis, mismanagement dan menyimpang dari misi awalnya.
Kedua permasalahan di atas juga telah menyebabkan perkembangan koperasi perikanan menjadi terjebak dan sulit keluar dari perangkap tersebut. Selain itu, secara struktural permasalahan koperasi perikanan tidak hanya berkenaan dengan permasalahan koperasi secara umum, namun juga terkait dengan permasalahan klasik sektor kelautan dan perikanan, yaitu terciptanya marginalisasi pada sektor ini. Jadi secara umum, jikalau ingin menciptakan perkembangan koperasi di Indonesia yang kompetitif dan menjalankan doktrinnya, termasuk mewujudkan koperasi perikanan yang mampu menghantarkan masyarakat nelayan menjadi masyarakat yang makmur, mandiri dan sejahtera maka koperasi-koperasi tersebut harus melakukan introspeksi diri dengan cara mereformasi struktur dan keorganisasiannya.
Peluang Perkembangan Koperasi Perikanan
Semangat otonomi daerah diharapkan membawa angin segar demi terciptanya iklim yang kondusif dalam pemeritahan Indonesia, termasuk pelaksanaan pengembangan koperasi perikanan di daerah-daerah. Hal ini dikarenakan, era otonomi daerah diharapkan menjadi penyelamat sektor-sektor yang berbasiskan sumber daya alam, seperti pertanian, perikanan, kehutanan dan lain sebagainya, sehingga hambatan struktural bagi perkembangan koperasi perikanan menjadi berkurang. Namun demikian, di era otonomi daerah pun, hambatan-hambatan yang bersifat struktural kemungkinan dapat muncul kembali menjadi batu sandungan bagi perkembangan koperasi perikanan. Hal ini dapat terjadi pada daerah yang tidak mempunyai visi yang jelas tentang pembangunan ekonomi masyarakat lokal, karena Pemerintah Daerah terlalu memfokuskan diri usaha industri skala besar.
Sementara itu, maraknya era pasar bebas menuntut profesionalitas koperasi-koperasi yang ada di Indonesia, termasuk koperasi perikanan. Mengingat visi bisnis perkoperasian masih sangat lemah, hal ini tercermin dengan tidak ditemukannya diversifikasi usaha perikanan pada beberapa koperasi perikanan yang ada di wilayah pesisir, seperti peningkatan mutu produk, pengolahan hasil tangkapan ikan, serta pemasaran. Umumnya koperasi-koperasi tersebut hanya berkutat dalam kegiatan sistem produksi yang terejawantahkan melalui penyediaan sarana produksi perikanan.
Oleh karena itu, reformasi kebijakan pengembangan koperasi perikanan harus menjadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat masyarakat nelayan. Dengan kata lain, koperasi perikanan harus menjadi jaminan sosial bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir. Dan lebih dari itu, koperasi perikanan harus mampu mempengaruhi kebijakan yang ditetapkan pemerintah, layaknya koperasi perikanan yang ada di negara lain, dimana setiap kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pihak koperasi yang didalamnya terdiri dari unsur pemerintah, akademis, tokoh masyarakat, nelayan dan stakeholder lainnya.
Untuk itu, koperasi perikanan harus benar-benar memainkan perannya sebagai pembela perekonomian masyarakat nelayan, yang akhirnya secara tidak langsung akan memotong hubungan patronklien antara tengkulak dengan nelayan yang sifatnya asimetris. Mungkinkah semua itu terwujud ? sementara pergulatan tersebut selalu dimenangkan pihak tengkulak dengan meminggirkan peran koperasi yang ujungnya menciptakan kemiskinan dipihak masyarakat nelayan. Jadi reformasi kebijakan yang terdapat pada koperasi perikanan merupakan suatu keharusan, mampukah koperasi melakukannya.
SUMBER: KORAN TEMPO.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar