Selasa, 30 November 2010

KOPERASI:REPOSITIONING KOPERASI DI INDONESIA DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH

NAMA:YULLIYANA MALASARI
NPM:12209780
KELAS:2EA10





REPOSITIONING KOPERASI
DI INDONESIA DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH
Pendahuluan
Otonomi Daerah
Sejak 1 Januari 2001, Undang-undang no.22 ~ tahun 1999 tentang otonomi daerah mulai diberlakukan di Indonesia, yaitu setiap daerah diberikan kewenangan lebih besar dalam mengelola daerahnya, dengan mengoptimalkan sumberdaya alam ( SDA ), sumberdaya manusia (SDM ), serta permodalan yang dimilikinya. Penetapan otonomi daerah agaknya tidak berjalan mulus sesuai dengan rencana, karena sejak berupa gagasan sampai penerapannya, selalu mengalami pertentangan, karena ketidaksiapan daerah untuk melaksanakan otonomi.
Kendala dalam Pemberlakuan Otonomi Daerah
Alasan ketidaksiapan terutama dipandang dari aspek SDM clan SDA. Dari aspek SDM, pemerintah daerah dianggap sebagai unsur daerah yang paling tidak siap. Menurut artikel yang dimuat dalam sebuah harian ibu kala, disebutkan bahwa pemda belum memiliki rencana secara rinci bagaimana akan menggunakan wewenang, kekuasaan clan kemampuan keuangan yang diperolehnya untuk menciptakan kemakmuran rakyat di daerahnya. Pemda juga masih memiliki ketergantungan yang sangat besar pada pusat, disebabkan kondisi birokrasi. Ditambah lagi, pesimisme masyarakat kepada pemda atas ketidakyakinan terhadap kemampuan SDM yang ada di pemda.
Aspek SDM lainya adalah hampir sebagian besar masyarakat tidak tabu apa-apa mengenai otonomi daerah, karena selama ini hampir tidak ada upaya dari pemda untuk mencoba memberikan pengertian clan mensosialisasikan kebijakan tersebut ke masyarakat.
Sedangkan dari aspek SDA, yang melimpah, otonomi daerah tidak menjadi masalah, namun tidak demikian halnya bagi daerah yang tidak memiliki kekayaan alam, sehingga untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD )-nya, pemerintah daerah akan meningkatkan pungutan pajak atau retribusi.
Walaupun masih banyak pihak yang tidak siap dengan pemberlakuan otonomi daerah, tetapi otonomi daerah harus tetap dilakukan untuk menghilangkan sistem sentralistik yang menyebabkan daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat.
Banyak juga masyarakat yang optimis, otonomi daerah akan memberikan kehidupan yang lebih baik, karena tujuan akhir dan tolok ukur keberhasilan otonomi daerah adalah kemakmuran rakyat di tiap daerah. Alasan lainya, karena selama ini potensi dan kekayaan alam daerah belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan daerah. Dirasakan juga ketidakadilan pemerintah pusat dalam pembagian hasil kekayaan alam daerah. Sehingga, pemberian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola potensi di daerah, diyakini akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Karena pemerintah daerah dianggap lebih menguasai wilayah, sehingga pemanfaatan sumberdaya yang ada di daerah akan lebih terarah dan maksimal

Masalah yang Akan timbul Jika Otonomi Daerah diberlakukan
Pemberlakuan otonomi daerah, diperkirakan akan menyebabkan beberapa persoalan lain yang cukup serius, antara lain:
1. Penyuburan praktik korupsi dan KKN sebagai akibat pemberian wewenang yang lebih besar untuk mengelola SDA-nya sehingga menyebabkan high cost economy.
2. Kesenjangan sosial yang makin lebar, karena tidak semua daerah memiliki SDA yang melimpah, sehingga pemerintah daerah akan meningkatkan pungutan pajak atau retribusi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya ( PAD ).
Kesadaran terhadap pentingnya pengolahan SDA yang dimiliki daerahnya timbul sebagai reaksi dari pemberlakuan otonomi daerah, dimana pemberlakuan otonomi daerah dlidentifikasikan sebagai gejala (symptom). Dimana gejala ini sudah terlihat sejak tahun 1999, yaitu sejak mulai dibahasnya konsep-konsep otonomi daerah. Setelah dlidentifikasikan masalah yang dihadapi, akan lebih mudah untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi sebab timbulnya masalah tersebut.
Berdasarkan diagram sebab-akibat, diketahui bahwa ada dua hat yang menjadi penyebab utama timbulnya. masalah, yaitu :
1. Sumber daya manusia
a. Ketidaksiapan pemda dalam perencanaan pengolahan SDA, karena selama ini pemerintah daerah selalu tergantung pada pemerintah pusat, disebabkan kondisi birokrasi. Ditambah lagi, pesimisme masyarakat terhadap kemampuan SDM di pemda.
b. Belum adanya usaha dari pemerintah daerah untuk mensosialisasikan otonomi daerah kepada masyarakat.

2. Sumber daya alam
a. Perbedaan potensi SDA masing –masing daerah.
b. Selama ini potensi dan kekayaan alam daerah belum dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan daerah.
Setelah dibuat diagram sebab akibat, kemudian ditentukan kriteria performasinya yang dijadikan tolok ukur keberhasilan dari kegiatan, yang akan dilaksanakan. Penentuan kriteria performasi harus melihat kondisi internal dan eksternal daerah. Kondisi internal dlidentifikasikan sebagai SDM dan SDA yang dimiliki suatu daerah, pemda termasuk kebijakan –kebijakannya. Sedangkan lingkungan eksternal dlidentifikasikan sebagai calon investor, calon konsumen dan pesaing baik berupa supplier maupun produk subtitusi.
Sedangkan parameter adalah ukuran kuantitatif atau berupa angka-angka yang sudah pasti jumlahnya. Untuk suatu daerah, parameter dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sudah pasti dikeluarkan oleh pemda untuk membiayai pembangunan daerahnya dan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang dibayarkan kepada pemda berupa pajak. Besamya pajak tergantung dari PAD. Jika PAD lebih besar dari APBD, maka pemerintah akan mengalami surplus sedangkan jika terjadi sebaliknya, maka pemerintah akan mengalami defisit.
Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa, hal yang menjadi masalah adalah pemanfaatan SDA, baik dari aspek efisiensi maupun eksploitasi. Efesiensi menyangkut biaya produksi atau pengolahan dan biaya distribusi serta waktu, baik dari daerah SDA ke gudang penyimpangan maupun dari daerah penyimpanan ke pasar. Sedangkan eksploitasi menyangkut mencari SDA baru untuk mengantisipasi habisnya SDA saat ini. Kegiatan penghijauan dan pelestarian SDA hatus tetap dilakukan.
Dalam pelaksanaannya, kesemua kegiatan ini dibatasi oleh kualitas SDM, baik ditinjau dari pendidikan maupun moral, sehingga jika kegiatan ingin berhasil, maka SDM yang harus mendapat prioritas perbaikan.
Dengan mengacu pada teori Segmeting Tageting dan Positioning yang dikemukakan oleh Philip Kotler dan metode Problem Solving Process yang dikemukakan oleh Tenner dan De Toro (1992), maka repositioning koperasi dapat ditetapkan, sesuai dengan langkah-langkah berikut ini

Visi
Berangkat dari visi koperasi, yaitu koperasi, pengusaha kecil dan menengah berperan sebagai pelaku utama dalam perekonomian nasional yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan.
Misi
Sedangkan misi koperasi, yaitu memberdayakan koperasi, pengusaha kecil dan menengah menjadi pelaku ekonomi yang tangguh dan profesional, dengan mengembangkan system ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasi pada SDA dan SDM yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dengan bermuara dalam koperasi, PKM serta masyarakat pada umumnya.
Definisi Koperasi
Menurut beberapa ahli koperasi (akademisi), karateristik fungsional dasar dari koperasi disebut "kriteria idelititas" (identity criterion) yakni identitas pribadi antara pemilik dan pelanggan (supplier, pegawai / karyawan, tergantung dari jenis koperasinya ) yang membedakan koperasi dari organisasi lainya.
Jika dilihat dari aspek kegiatan koperasi, jika sekelompok yang merdeka secara hukum atau unit-unit ekonomi bekerja sarna untuk memiliki dan bertanggung jawab atas manajemen suatu badan usaha dan bermaksud untuk menggunakan out-put-output ekonomis dari badan usaha tersebut disebut " Koperasi ".
Pelaku-pelaku ekonomi (economic agent) yang pada saat bersamaan bertindak sebagai pemilik maupun pelanggan atau pemasok (supplier) dari unit usahanya, disebut anggota masyarakat koperasi (cooperators). Kelompok tersebut terdiri dari : anggota koperasi (cooperators) dan badan usaha koperasi, yang secara bersama-sama membentuk masyarakat koperasi, karakteristik khususnya kemudian disebut "prinsip identitas" pendapat ini dikemukakan oleh Benecke (1982).
Definisi badan usaha koperasi menurut Abrahamson (1976) : "Badan usaha koperasi dimiliki oleh anggota yang merupakan pemakai jasa (users). Fakta ini membedakan koperasi dari badan usaha (perusahaan) bentuk lain yang pemiliknya, pada dasarnya adalah penanam modal (investor)".
Menurut Richard Kohls (1961) : "Kepemilikan dan pengawasan terhadap badan usaha koperasi harus dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa / pelayanan badan usaha itu". Sebagai konsekwensinya : " Pandangan (point of view) yang merupakan pedoman dari kegiatan-kegiatan badan usaha tersebut merupakan pandangan / pendirian dari para pemilik usahanya, yang juga merupakan pelanggan dan pengguna pelayanan / jasanya ".
Jenis Koperasi
1. Koperasi pembelian : jika para pemilik dan pelanggan (pembeli jasa atau pelayanan dari suatu organisasi) adalah orang yang sama.
2. Koperasi pemasaran : koperasi yang para anggotanya menjual produk dari usahanya sendiri jika produk yang dibeli dari suatu badan usaha merupakan barang konsumen akhir dan konsumen tersebut adalah orang-orang yang sarna dengan pemilik badan usahanya.
3. Koperasi produksi : suatu perusahaan yang dimiliki oleh para karyawan / pekerjanya.
4. Kopeasi jasa : diorganisir untuk dapat melayani para anggotanya dengan pelayanan yang lebih meningkat. Pelayanan yang dapat diusahakan meliputi : asuransi, kredit, telpon, irigasi, rumah sakit, auditing, fasilitas komputer, pemprosesan data, dan lainnya.
Tipe-tipe berbagai koperasi dapat dikombinasikan kedalam atau menjadi satu koperasi yang multy purpose.
Keunggulan Koperasi
Koperasi bersaing dengan organisasi lain dalam hal memperoleh anggota, modal, pelanggan, dan sebagainya. Jika koperasi ingin menarik anggota, maka harus menawarkan keunggulan khusus, antara lain:
1. Keunggulan khusus yang ditawarkan koperasi jasa haruslah keunggulan khusus yang tidak ditemukan dalam lembaga lain, hanya dapat diwujudkan oleh individu-individu itu jika mereka menjadi anggota koperasi dan ini berarti pada saat mereka menjadi pemilik, dalam waktu yang sama mereka menjadi pengguna jasa. Seseorang pelaku (subject) ekonomi memasuki suatu hubungan dengan sebuah koperasi, maka ia dapat memperoleh manfaat sebagai kreditur, pemilik, pembeli, supplier, pelanggan atau karyawan.
2. Para anggota koperasi dapat mengharapkan promosi khusus atas kepentingan mereka.
3. Permodalan koperasi berasal dari para anggota koperasi yang kemudian akan dibagikan sebagai sisa hasil usaha ( SHU ) yang sesuai dengan jumlah yang disetor.
Kelemahan Koperasi
Konflik kepentingan antara pemilik organisasi (yang seharusnya kepentingan pemiliklah yang mendominasi) dengan kepentingan mereka yang mengontrol atau mengelola organisasi, merupakan fakta umulm yang terjadi di dunia usaha, sehingga harus ada pengawasan dan pemilikan.
Koperasi dapat menjadi organisasi yang benar-benar swadaya (mandiri), tetapi dapat pula diorganisir untuk mendapat bantuan dari luar. Dalam koperasi jenis kedua ini, para anggotanya tidak menyatukan sumberdayanya sendiri berupa milik anggotanya sendiri, tetapi koperasi didirikan untuk memperoleh bantuan dari pihak lain, seperti pemerintah atau donatur. sedangkan koperasi yang benar-benar swadaya, menyatukan sumberdayanya sendiri (swadaya) untuk memperoleh berbagai sumberdaya eksternal.


SUMBER:http:/www.smecda.com/deputi7/file_infokop/repositioning.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar